Dibalik Semua yang Kau Pandang Tentangku🌦️


Menuliskan beberapa paragraf yang benar-benar muncul dari apa yang aku rasakan kali ini, tanganku sempat tergenggam dan maju kemudian mundur. Hatiku tidak percaya diri untuk menulis dan mempublikasikan apa yang dia rasa. Hatiku takut, ketika dia mengatakan isinya dia akan menciut.

Namun pada akhirnya hatiku berhasil, menuliskan isinya dalam beberapa kalimat asing namun nyata.

Teruntuk yang melegakan nafasnya dan tidak sengaja membaca tulisan ini, aku harap kamu tidak pernah merasakan seperti apa yang hatiku rasakan.


 🌦️🌦️🌦️


Aku selalu berpikir bahwa aku tidak cukup baik untuk siapa pun dan aku tidak dapat melakukan sesuatu dengan benar, tidak peduli seberapa keras aku telah mencoba. Aku tidak akan pernah cukup.

Aku juga berpikir bahwa aku tidak pernah menjadi tujuan siapapun, semua orang hanya menjadikanku pengalihan ketika tujuan utamanya tidak memberikan apa yang mereka mau. Lalu saat mereka sudah mendapatkan apa yang mereka mau dariku, mereka kembali kepada tujuan utama mereka dan aku sudah dianggap seakan-akan tak pernah bersua dan tak ikut berkontribusi apa-apa.

Aku mencoba untuk tidak peduli dengan pikiran orang lain tentangku, mencoba tidak peduli dengan warna kulitku, tidak peduli dengan bentuk tubuhku, tentang seberapa tinggi badanku, dan ketidak sempurnaan fisikku. Aku mencoba untuk tidak mendengarkan dan menghalau suara yang berteriak di kepalaku jika aku tidak pantas mendapatkan hal-hal baik dan aku tidak pantas untuk ada.

Jika dalam pandanganmu aku sepercaya diri itu, maka akan kuvonis kamu dengan mantab jika kamu salah besar. Pada kenyataannya aku selalu berpikir panjang ketika hendak mengunggah sesuatu di sosial mediaku. Ketika ingin bertanya kepada kalian lewat chat aku selalu mengetik kemudian menghapusnya, mengetik lagi, membacanya, kemudian menghapus lagi. Aku takut jika aku salah atau terlihat tidak masuk akal. Ketika kalian chat aku, aku kadang ragu hendak membalas apa, aku takut saja. Dan ketika ingin melakukan sesuatu aku selalu berpikir seribu kali.

Kamu tahu apa yang aku pikirkan jika ingin memposting gambar atau video di sosial media?

‘Kalau aku upload ini gimana ya...’

‘dia yang cantik aja ngga pernah bikin story, masa aku bikin terus?’

‘eh masa storyku banyak banget, gajadi deh’

‘aku alay ngga ya?’

‘kamu tuh ngga cantik gausah upload-upload!’

‘orang-orang jijik engga yah?’

dan pada akhirnya aku lebih memilih untuk menyembunyikannya.


Kamu tahu apa yang aku pikirkan ketika mau chat temen sekedar tanya soal kuliah dan semacamnya?

‘Tanya ngga ya, tapi ntar ga dibales, coba aja si 'A' yang chat pasti dibalas kan si 'A' cantik'

‘Dia pasti chat aku karena udah chat di 'B' tapi ga dijawab’

‘udah jelek banyak tanya lagi, udah deh gausah nanya’

Jahat sekali. Perkataan yang ada di pikiranku tidak pernah baik kepadaku. Ia seakan-akan hanya ingin menghantamku keras-keras. Pikiranku sangat menyakitiku. Tak bisakah saja ia kubungkam?


Kamu tahu apa yang aku pikirkan ketika aku mulai percaya diri??

‘Oh iya, pasti si 'A' kan dia lebih cantik’

‘Pasti orang-orang maunya tanya ke dia deh kan dia lebih good looking ngapain ke aku’

‘Pasti aku dimanfaatin aja, mesti dia udah sama si 'B' kan si 'B' lebih menarik’

Pikiranku selalu mematahkan kepercayaan diriku. Pikiranku selalu memintaku untuk tetap menunduk dan jangan memperlihatkan diri karena tidak akan ada yang mau melihatku.


🌦️🌦️🌦️


Itulah masalahku, aku terlalu banyak berpikir, dan mudah merasa terlalu dalam. Aku tidak mau seperti ini, tapi kenapa seakan-akan aku dipaksa untuk seperti ini?

Aku ingin tidak peduli, tapi mengapa aku sangat-sangat peduli?

Aku ingin berpikiran positif, tapi mengapa pikiranku selalu menyakitiku?

Aku ingin percaya diri, tapi mengapa rasanya aku tidak pantas untuk merasa percaya diri?

Aku memaksa diriku sendiri dengan sebegitu kerasnya, aku memaksa agar ia mampu berperang melawan pikiranku. Memaksa hatiku agar mampu tetap menjadi perasa yang baik.

Aku pernah berpikir apa dunia memang tidak cocok untuk orang-orang sepertiku, sehingga rasa-rasanya aku tidak cocok untuk berpijak diatasnya dan mendapatkan sekilas kerendah hatian dari orang lain.

Teman-temanku baik, baik sekali. Orang-orang disekelilingku juga baik, mereka membantuku. Tapi mengapa justru suara yang ada dikepalaku sendiri tak pernah berpihak kepadaku? Padahal dari kesemuanya dialah yang seharusnya paling berperan dalam mendukungku, untuk bahagia misalnya.

Aku tidak pernah mengerti dan aku tidak pernah bisa menjelaskannya mengapa aku sesunyi dan sehampa ini. Rasanya tak pernah melegakan, hanya sesak saja. Professional? tidak bisa. Mungkin mereka hanya mengerti namun tidak dapat memahami. Aku sudah mencobanya.

Duniaku memang aneh, membuatku senang sekaligus sedih disaat yang berimpitan.

Aku mencoba memaafkan diriku sendiri karena membiarkan mereka memperlakukanku seperti yang mereka mau. 

Aku mencoba memaafkan diriku sendiri karena keterikatan emosional yang aku miliki dengan mereka, yang itu berarti mereka dapat menyakitiku seberapapun.

Aku mencoba untuk memaafkan diriku sendiri karena telah menyakitiku dengan begitu dalam, karena tidak percaya, mempercayai dan mencintaiku.

Aku  juga mencoba untuk menjadi pemaaf bagi orang lain sebagai usaha agar aku dapat menjadi pemaaf untuk diriku sendiri.

Dan ketika suatu saat nanti aku menghadapi apa yang telah aku lakukan terutama pada diriku sendiri dan memaafkan, penerimaan akan terjadi.

penerimaan itulah yang akan memulihkan lukaku.

Dan aku akan bisa sembuh, tidak hampa, tidak sunyi, dan tidak menangis lagi.


🌦️🌦️🌦️


With really Love,





Comments

Popular Posts